Hal pertama yang saya lakukan ketika bangun tidur adalah
membuka akun sosial media (sosmed) yang saya punya lewat gadget. Hal ini hampir
selalu saya lakukan, dan mungkin juga anda lakukan setiap pagi. Saya bukan
orang yang maniak update status, tetapi membaca status orang bagi saya
merupakan hal yang mengasyikkan. Saya dapat membangun interaksi dengan orang
ketika saya masuk ke dunia maya, walaupun sejatinya saya masih bau bantal.
Sosial media sepertinya
telah menjelma menjadi wadah yang dapat membuat orang saling berinteraksi tanpa
memandang status pendidikan, kewarganegaraan, dan melibas ruang dan waktu.
Sosial media menjadi primadona saat ini karena kebebasan
yang ia tawarkan. Anda bebas mengeluarkan argumen, pujian, cacian, sampai
curhat. Media sosial yang dijadikan sebagai tempat curhat ini yang biasanya menjurus
pada cyberbullying atau bahkan
pencemaran nama baik. Tidak ada aturan tertulis di sosial media tentang etika
penggunaan sosial media. Hal inilah yang akhirnya membuat orang kebablasan
dalam bersosial media. Suatu situs media sosial mungkin tidak mencantumkan
etika penggunaan akun tetapi jangan lupa negara kita telah memiliki UU ITE yang
mengatur tentang aktifitas di dunia maya.
Sayangnya UU ITE sebagai payung hukum untuk para netizen
justru banyak mendapat penolakan karena dianggap membatasi kebebasan
mengeluarkan pendapat. Sebenarnya ada apa dengan UU ITE ini kenapa antara ada
dan tiada? Kenapa UU ITE yang seharusnya menjadi payung hukum justru terkadang
tidak dapat memayungi? Beberapa hal yang membuat UU ITE tidak dapat digunakan
secara maksimal adalah:
1.
Pasal
dalam UU ITE kurang jelas
Pemerintah Indonesia telah membuat regulasi untuk
melindungi masyarakat saat berada dalam dunia maya. Sayangnya pasal-pasal yang
seharusnya dapat digunakan untuk menjerat cyberbullying
justru merupakan pasal yang masih dilematis. Pasal pasal tersebut misalnya: pasal
27 ayat 1, Pasal 27 ayat 3, Pasal 28 ayat 2, dan Pasal 31 ayat 3 ini sangat
bertentangan pada UUD 1945 pasal 28 tentang kebebasan berpendapat.
2.
Dilema
Permasalahan Kasus Cyberbullying
Cyberbullying
sendiri masih pada tahapan dilematis apakah masuk keranah hukum atau sosial. Cyberbullying yang masuk keranah sosial
tentu akan sulit untuk dibawa keranah hukum. Jika cyberbullying masuk keranah sosial, maka akan timbul pertanyaan
jika kemudian terjadi cyberbullying
apakah cukup hanya dengan sanksi sosial. Dilain pihak jika cyberbullying dimasukkan keranah hukum, akan timbul pertanyaan
apakah bullying merupakan salah satu
kriminalitas? Apa batasan seseorang dikatan telah melakukan cyberbullying?. Belum adanya kejelasan
batasan membuat UU ITE belum sepenuhnya dapat dijadikan sebagai pedoman hukum
dalam kasus cyberbullying. Hal ini
mungkin dikarenakan sampai saat ini di Indonesia belum ada kasus cyberbullying yang sampai menelan korban
jiwa, sehingga pemerintah belum menempatkan cyberbullying
sebagai permasalahan krusial.
3.
Tidak
adanya kajian berkala terhadap UU ITE
Kita tahu bahwa dunia maya atau cyber merupakan bagian dari teknologi informasi yang mengalami
perkembangan begitu cepat dan menimbulkan berbagai permasalahan. Kecepatan
perubahan yang terjadi dalam dunia cyber
tidak diimbangi dengan perubahan regulasi dalam UU ITE, sehingga UU ITE
terkesan tidak dapat melingkupi permasalahan yang kemudian hari timbul didunia cyber.
4.
Ketegasan
Aparat dalam Menindaklanjuti cyberbullying
Ada banyak
kasus tentang cyberbullying di Indonesia, tetapi hanya sedikit yang menjadi
perhatian publik. Saya sampai saat ini belum menemukan kasus cyberbullying yang benar-benar diproses
dan diberi hukuman sesuai yang tertulis dalam UU ITE. Pelaku cyberbullying yang disorot oleh media
biasanya dibiarkan bebas dengan alasan bahwa UU ITE melanggar hak berekspresi
atau dengan alasan pelaku cukup diberikan hukuman sosial. Adanya people power dalam mendukung pelaku cyberbullying sebenarnya bukanlah hal
yang baik di mata hukum. Kondisi ini diperparah oleh aparat penegak hukum yang
mengikuti arus masyarakat, sehingga jika masyarakat ramai-ramai memberikan
opini tentang suatu kasus polisi akan mengikuti opini tersebut. Menurut saya
sebenarnya ketegasan polisi dalam menjerat pelaku kasus cyberbullying dengan hukuman sesuai yang dituliskan merupakan upaya
memberikan pembelajaran pada masyarakat untuk berinternet secara sehat. Pada
akhirnya akan muncul pertanyaan mengapa UU ITE dibuat jika pada akhirnya para
pelaku cyberbullying justru
dibebaskan karena kasusnya mendapat perhatian dari masyarakat.
5.
Kurangnya
SDM
Kendala lain dalam pengimplementasian UU ITE dalam
penanganan kasus cyberbullying juga
karena sumber daya manusi (SDM). Berikut merupakan kendala dari SDM terhadap
implementasi UU ITE:
1. Kejahatan
dunia cyber merupakan kejahatan yang
tidak dapat disentuh secara langsung karena ada pada dimensi high-tech dan
aparat penegak hukum belum sepenuhnya mampu menangani kasus-kasus yang
berhubungan dengan dunia cyber.
2. Minimnya
pelatihan SDM sebagai upaya mengembangkan keilmuan para penegak hukum dibidang
teknologi informasi.
0 komentar:
Posting Komentar