Minggu, 11 Januari 2015 0 komentar

Nightcrawler: satire untuk media

Sebenarnya film ini udah aku tonton di bioskop bulan November kemarin sih, tapi ga tau kenapa kemarin malem pengen nonton lagi film itu. Ini poster film nightcrawler:
courtessy of
 http://www.21cineplex.com/data/gallery/pictures/141526811361955_300x430.jpg

Sutradara: Dan Gilroy
Produser: David Lancaster, Jennifer Fox, Michel Litvak, Tony Gilroy, Jake Gyllenhaal
Produksi: Open Road Films
Cast       : Jake Gyllenhaal (Lou Bloom), Rene Russo (Nina), Bill Paxton (Joe Loder)
Genre    : Thriller, crime

Film ini bercerita tentang seorang pengangguran bernama Lou Bloom. Namanya pengangguran pasti rentan sekali dengan tindak criminal. Loujuga digambarkan seperti itu,,, dia juga melakukan tindakan kriminal seperti mencuri. Suatu hari ia bertemu dengan Joe Loder, seorang cameramen yang sedang meliput tabrakan. Dari sinilah Lou Bloom terinspirasi untuk menjadi cameramen berita kriminal. Ia membeli handycam dengan modal sepeda yang baru saja ia curi. Nah, berbekal handycam murahan dan radio transmitter untuk menyadap frekuensi radio milik polisi, ia mencari berita kriminal. Berita pertama yang ia dapat adalah berita tentang kecelakaan, berhasil memperoleh gambar eksklusif ia lalu menjual beritanya ke sebuah stasiun televisi.

Disini Lou Bloom bertemu dengan Nina yang merupakan seorang produser di stasiun televise lokal. Ternyata, Bloom dan Nina memiliki pandangan yang sama dengan tentang berita kriminal. Berita kriminal yang dianggap akan booming adalah ketika korbannya adalah orang berkulit putih, kaya, dan berasal dari lingkungan elit. Akhirnya, Nina dan Bloom bekerjasama untuk membangun berita. Sebagai cameramen baru tentu saja ia mengalami kesulitan, ia sering terlambat datang ke-TKP. Akhirnya, dia membuat beritanya sendiri, ia mencurangi mobil lawannya sehingga lawannya mengalami kecelakaan, dan tentu saja ia mendapat berita yang ia cari. Tidak cukup sampai disitu, ia juga tidak segan-segan merekondisi TKP dan melanggar garis polisi demi mendapatkan berita. Suatu ketika ia mendapatkan berita tentang pembunuhan satu keluarga, ia mengetahui pembunuhnya, tetapi ia tidak menghubungi polisi tetapi menjadikannya bisnis, bahkan hingga dia mengorbankan temannya demi bisnis ini. Sampai pada akhirnya dia dapat mencapai kesuksesan dalam menjadi cameramen berita kriminal walaupun ia harus menghalalkan segala cara demi bisnis ini.

Film ini secara garis besar memberikan sindiran keras terhadap fenomena media massa saat ini. Film ini merupakan kritikan tajam terhadap isu kontemporer dimana terjadi eksploitasi media secupakan senjata ara besar-besaran. Yup, sama seperti Bloom media saat ini memposisikan dirinya tidak hanya sebagai pengamat tetapi juga sebagai peserta. Ya, bener sih media itu memang alat paling efektif untuk menggiring opini publik. Contohnya, belum lama ini kita baru saja menggelar pemilu dimana sangat jelas terlihat keterlibatan media di dalamnya. Media tidak dapat menjadi pihak yang netral.
Menurutku film ini membuat kita menyadari bahwa media mungkin saja menipu, memanipulasi dan mengeksploitasi informasi, untuk mencapai rating siaran. Salah satu dialog yang sangat menarik adalah ketika Loder mengatakan kepada Bloom “if it bleads, it leads”. Pikiran pertamaku ketika denger berita ini tu,,,, ternyata ga Cuma di Indonesia ya berita yang lebay yang akan jadi booming. Ok koreksi aku kalau aku slaah,,, tapi media mana sih yang tidak menyiarkan informasi secara lebay? Televisi deh contohnya, setiap nonton tv isinya hanya berita kriminal yang terkadang tak masuk akal, berita politik yang menggelitik, sinetron monoton yang tak pantas tonton dan acara hiburan yang menjadi ajang celaan bagi yang buruk rupa, dan yang paling menyebalkan adalh informasi tentang pernikahan, kelahiran atau aktifitas artis yang justru menyebakan riya. lalu dimana pemenuhan hak masyarakat terhadap informasi yang bermutu.


Nah, nonton film ini kita dituntut untuk memikirkan kembali tentang konsep menjadi penonton yang cerdas dalam menyeleksi informasi dari media, karena kita kan tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Ketika kita telah menjadi penonton yang cerdas maka mungkin media akan menampilkan informasi yang benar-benar dapat dipercaya. Jadi, kamu harus nonton deh film ini, alurnya jelas dan mudah dimengerti kok,,,, J
Kamis, 08 Januari 2015 0 komentar

Pustakawan ber-Merk

courtessy by: 
http://successwithterri.com/wp-content/uploads/2014/09/brand-yourself.jpg

I am crazy about brand. Beberapa hari ini lagi berjuang untuk hemat biar bisa beli sepatu dengan branded x, gitu dhe,,,, Siapa sih yang ga seneng punya barang yang bermerk? Banyak orang rela antri berjam-jam dan ngeluarin duit banyak biar bisa beli barang bermerk. Apa sih keistemawaan barang ber-merk? Ya kalo aku pribadi pake barang yang ber-merk itu meningkatkan PD. Merk juga menawarkan jaminan kualitas, dan yang paling penting I feel luxurious, hehe.

Entah kenapa, pas ngomongin branded tiba-tiba aku kepikiran untuk menggabungkan konsep branded ini untuk pustakawan juga. Kok bisa? Bisalah,,,, sekarang seandainya saya sebut Hendro Wicaksono, apa yang terlintas di benakmu???  Pastinya SLiMS. Kalo saya bilang Putu Laxman Pendit? Ya, pasti perpustakaan digital, dan masih banyak lagi. Ya itulah yang aku bilang sebagai branded librarian (pustakawan ber-merk). Menarik, mereka membangun brand mereka sendiri, so mereka mempunyai spesialisasi tersendiri. Orang akan cepat mengenali spesialisasi mereka dari brand yang dia bangun.
Membangun brand memang gak mudah, kita harus benar-benar menguasai bidang tersebut. Tidak hanya berhenti dalam menguasai saja kita juga dituntut untuk melakukan promosi. Kalau kita punya brand tapi kita tidak mau mempromosikannya, bukannya itu sama aja bohong??? Orang mau tahu darimana coba??? Emang sih keliahatannya ga gampang, tapi bayangkan, kalau kita berhasil membangun brand diri kita sendiri? tentu saja banyak keuntungan yang akan kita peroleh. Ya pastinya membangun brand gak bisa serta merta, perlu ada proses dan ketekunan yang harus dicurahkan. Tapi memiliki kalau kita bisa melabeli diri kita dengan spesialisasi tertentu, percayalah u can be a famous and rich also u bring ur contribution to library science. Apa gak pengen tu??


Melabeli diri dengan merk atau spesialisasi bukan berarti mengkotak-kotakkan ilmu, tapi mana ada sih ilmu general yang bisa dipahami secara mendalam?? Akan sulit, begitu juga ilmu perpustakaan. Ilmu perpustakaan ditunjang oleh banyak bidang, boleh sih kalau kita ingin menguasai semua, tapi apa ya mungkin penguasaan kita akan sama mendalamnya dengan kita mengkhususkan diri terhadap satu dua bidang?? Jadi menjadi branded librarian bukan berarti mengkotak-kotakkan ilmu perpustakaan tetapi justru akan lebih mengembangkan ilmu perpustakaan itu sendiri. Rasanya tidak akan mungkin semua pustakawan memiliki minat yang sama dalam suatu bidang di perpustakaan. Nah, keberagaman minat dalam membangun brand pustakawan akan menambah kekayaan ilmu perpustakaan itu sendiri. So, let’s be a branded librarians, show that you proud be a librarian. 
Selasa, 06 Januari 2015 0 komentar

Moh. Mursyid: a Librarian who wrote

Hi! Long time didn’t see ya…. Oh god I have too many tasks so I can’t post my article on the blog L ,,, I will be greeting u again. Yes, this is my first posting in this year, so I will post a mild story about librarians. My friends always asked me, why I am excited in library science and librarian? Then I will answer “why not? Whats wrong?”. He told me that in his mind become a librarian is so bored. Honestly, he is true, I ever felt bored when I become librarian, haha. Feeling bored when you always work follow to the flow is ordinary. I think it not just problem become a librarian but all the occupation will be like that.
For my friend become librarian looking so bored but to the other people become librarian is feeling grateful. I ever wrote how it so cool become a librarian. I know too many people who feeling pleasure become a librarian, my friend Moh Mursyid is the one of example. This is his picture which I steal from his facebook hehe,,,, (sorry for taking your picture without permission) 

Mursyid is wearing batik when launching his book "Gerakan Literasi Mencerdaskan Negeri"
courtesy by https://www.facebook.com/moh.mursyid

He told me that he didn’t have any reason why he is choosing library science but furthermore he starting enjoyed become librarian coz it has benefits in financial and networking. Like I talked before he ever too felt bored working in the library, but he gave me trick to kill his boredom. He write to kill his boredom, and now I can see his picture almost in every newspaper. It really make me jealously coz I still here without have any work, but he just now launch his book.

He told me that friend in his boarding house provoked him to write. His friend displaying his article which is published in newspaper in his wall room. Then he learn to wrote. Who whose know if what he accomplished now is result from his hard working. He must set aside his money to bought newspapers to know whether his writing was published or not in the beginning. He ever despair coz until one year his article didn’t had published. He didn’t give up, he try harder than before. His writing focused on education and libraries issues. His writing genre is popular article. He related an issues of libraries with a recent topics. Not just wrote a book and popular article, he also a candidate of model librarian of the year in his young age. He wants to be famous with his article. Yes, he justify that be librarian is awesome, u can earn a money from too many ways and u can rise up ur networking. U can be famous guys,,,, but like we know not all of the librarian wants to be writer. So what are u waiting for guys?? U wanna be a famous librarian? U wanted having a lot of money and networking? Let’s write. I know it not easy in the beginning but if u didn’t trying u never know guys. So let we starting a habit of writing from now, tell the world if librarian is amazing job J. Before I am closed, I want to apologize if my English weird coz I am curious what people say about my ability writing in English.
Selasa, 09 Desember 2014 0 komentar

7 reasons why becoming a librarian is awesome

Terkadang orang menganggap profesi pustakawan merupakan profesi yang sepele dan membosankan. Jujur saja, saya juga pernah merasa bahwa pustakawan itu tidak penting, tapi toh akhirnya saya justru mengambil ilmu perpustakaan di bangku perkuliahan. And u know what? Ketika saya sudah nyemplung di dunia perpustakaan saya merasa bahwa pekerjaan ini cetar membahana bingits. I found 7 reasons why getting librarian as profession is awesome:
1.      Bisa baca buku gratis
Kalau ada buku bagus yang lagi hits dan masuk ke perpustakaan, siapa yang punya privilege untuk baca duluan? Ya jelas pustakawanlah, bahkan ketika buku itu ternyata tidak masuk kriteria perpustakaan, pustakawan udah diuntungkan dengan baca buku gratis (biasanya buku di return atau disumbangin kalo dapatnya yg kaya gini).
2.      I know first than U
Hampir di semua perpustakaan pasti melanggan Koran dan internet. Yup, ketika Koran datang pustakawan bisa baca duluan dan tahu lebih dulu. Jam aktif perpustakaan itu biasanya di waktu istirahat jadi di sela-sela itu bisalah internetan cari-cari berita. So I can tell u more when I became a librarian, can’t I?
3.      I have a lot of topics to discussion with others
Karena di perpus banyak bahan bacaan jadi yaw ajar ya kalo saya punya bahan pembicaraan yang tak terbatas. So, saya jadi lebih nyambung untuk diajak ngomong.
4.      U can learn without paying
Exactly become a girl I’d love everything free. Dimana-mana sekolah bayar, kursus bayar, cari informasi bayar, karena saya menghabiskan hampir 8 jam dalam sehari di perpus jadi saya dapat belajar banyak hal tanpa harus mengeluarkan biaya ini itu. So I can save my money for shopping haha.
5.      Gampang dapat tambahan uang
Who says that librarian had a less salary? C’mon think first. U live at informations field, guys. Kamu bisa resensi buku baru dan kamu kirim kesurat kabar, kamu bisa cari buku wirausaha n kamu praktik, kamu bisa jadi guru les, bikin kliping. U can rise up ur money with creative way.
6.      Temen curhat yang baik
Dulu ketika saya SMP saya punya pustakawan yg Masyaallah baik bingits. Setiap ada siswa yg ngeluh ke bapak itu, beliau ngasi buku buat dibaca ya kaya konseling tapi lewat buku. Jadi bapak ini laris banget kalo jam istirahat karena beliau itu bisa ngasi solusi buat kita tanpa menggurui.
7.      I have image as a smart people

Sometimes people ask me about everything and I can tell them what they want. Ini sih sepele karena saya banyak baca saya banyak tahu. Saya mungkin tidak bisa menjawab langsung pertanyaannya tapi saya bisa mengarahkan kemana ia harus mencari tahu, coz about it people say that I am smart. 
Senin, 24 November 2014 0 komentar

UU ITE dalam Menjerat Cyberbullying: antara ada dan tiada

Hal pertama yang saya lakukan ketika bangun tidur adalah membuka akun sosial media (sosmed) yang saya punya lewat gadget. Hal ini hampir selalu saya lakukan, dan mungkin juga anda lakukan setiap pagi. Saya bukan orang yang maniak update status, tetapi membaca status orang bagi saya merupakan hal yang mengasyikkan. Saya dapat membangun interaksi dengan orang ketika saya masuk ke dunia maya, walaupun sejatinya saya masih bau bantal. 
Sosial media sepertinya telah menjelma menjadi wadah yang dapat membuat orang saling berinteraksi tanpa memandang status pendidikan, kewarganegaraan, dan melibas ruang dan waktu.
Sosial media menjadi primadona saat ini karena kebebasan yang ia tawarkan. Anda bebas mengeluarkan argumen, pujian, cacian, sampai curhat. Media sosial yang dijadikan sebagai tempat curhat ini yang biasanya menjurus pada cyberbullying atau bahkan pencemaran nama baik. Tidak ada aturan tertulis di sosial media tentang etika penggunaan sosial media. Hal inilah yang akhirnya membuat orang kebablasan dalam bersosial media. Suatu situs media sosial mungkin tidak mencantumkan etika penggunaan akun tetapi jangan lupa negara kita telah memiliki UU ITE yang mengatur tentang aktifitas di dunia maya.
Sayangnya UU ITE sebagai payung hukum untuk para netizen justru banyak mendapat penolakan karena dianggap membatasi kebebasan mengeluarkan pendapat. Sebenarnya ada apa dengan UU ITE ini kenapa antara ada dan tiada? Kenapa UU ITE yang seharusnya menjadi payung hukum justru terkadang tidak dapat memayungi? Beberapa hal yang membuat UU ITE tidak dapat digunakan secara maksimal adalah:
1.      Pasal dalam UU ITE kurang jelas
Pemerintah Indonesia telah membuat regulasi untuk melindungi masyarakat saat berada dalam dunia maya. Sayangnya pasal-pasal yang seharusnya dapat digunakan untuk menjerat cyberbullying justru merupakan pasal yang masih dilematis. Pasal pasal tersebut misalnya: pasal 27 ayat 1, Pasal 27 ayat 3, Pasal 28 ayat 2, dan Pasal 31 ayat 3 ini sangat bertentangan pada UUD 1945 pasal 28 tentang kebebasan berpendapat.
2.      Dilema Permasalahan Kasus Cyberbullying
Cyberbullying sendiri masih pada tahapan dilematis apakah masuk keranah hukum atau sosial. Cyberbullying yang masuk keranah sosial tentu akan sulit untuk dibawa keranah hukum. Jika cyberbullying masuk keranah sosial, maka akan timbul pertanyaan jika kemudian terjadi cyberbullying apakah cukup hanya dengan sanksi sosial. Dilain pihak jika cyberbullying dimasukkan keranah hukum, akan timbul pertanyaan apakah bullying merupakan salah satu kriminalitas? Apa batasan seseorang dikatan telah melakukan cyberbullying?. Belum adanya kejelasan batasan membuat UU ITE belum sepenuhnya dapat dijadikan sebagai pedoman hukum dalam kasus cyberbullying. Hal ini mungkin dikarenakan sampai saat ini di Indonesia belum ada kasus cyberbullying yang sampai menelan korban jiwa, sehingga pemerintah belum menempatkan cyberbullying sebagai permasalahan krusial.
3.      Tidak adanya kajian berkala terhadap UU ITE
Kita tahu bahwa dunia maya atau cyber merupakan bagian dari teknologi informasi yang mengalami perkembangan begitu cepat dan menimbulkan berbagai permasalahan. Kecepatan perubahan yang terjadi dalam dunia cyber tidak diimbangi dengan perubahan regulasi dalam UU ITE, sehingga UU ITE terkesan tidak dapat melingkupi permasalahan yang kemudian hari timbul didunia cyber.
4.      Ketegasan Aparat dalam Menindaklanjuti cyberbullying
Ada banyak kasus  tentang cyberbullying di Indonesia, tetapi hanya sedikit yang menjadi perhatian publik. Saya sampai saat ini belum menemukan kasus cyberbullying yang benar-benar diproses dan diberi hukuman sesuai yang tertulis dalam UU ITE. Pelaku cyberbullying yang disorot oleh media biasanya dibiarkan bebas dengan alasan bahwa UU ITE melanggar hak berekspresi atau dengan alasan pelaku cukup diberikan hukuman sosial. Adanya people power dalam mendukung pelaku cyberbullying sebenarnya bukanlah hal yang baik di mata hukum. Kondisi ini diperparah oleh aparat penegak hukum yang mengikuti arus masyarakat, sehingga jika masyarakat ramai-ramai memberikan opini tentang suatu kasus polisi akan mengikuti opini tersebut. Menurut saya sebenarnya ketegasan polisi dalam menjerat pelaku kasus cyberbullying dengan hukuman sesuai yang dituliskan merupakan upaya memberikan pembelajaran pada masyarakat untuk berinternet secara sehat. Pada akhirnya akan muncul pertanyaan mengapa UU ITE dibuat jika pada akhirnya para pelaku cyberbullying justru dibebaskan karena kasusnya mendapat perhatian dari masyarakat.
5.      Kurangnya SDM
Kendala lain dalam pengimplementasian UU ITE dalam penanganan kasus cyberbullying juga karena sumber daya manusi (SDM). Berikut merupakan kendala dari SDM terhadap implementasi UU ITE:
1.      Kejahatan dunia cyber merupakan kejahatan yang tidak dapat disentuh secara langsung karena ada pada dimensi high-tech dan aparat penegak hukum belum sepenuhnya mampu menangani kasus-kasus yang berhubungan dengan dunia cyber.
2.      Minimnya pelatihan SDM sebagai upaya mengembangkan keilmuan para penegak hukum dibidang teknologi informasi.
Selasa, 18 November 2014 2 komentar

Bertanya pada Ustadz Google: Telaah ringkas tentang cyber religion

Beberapa hari yang lalu, dosen saya membawa cyber religion sebagai tema diskusi di dalam kelas. Menarik sekali, kata cyber saat ini telah banyak digunakan sebagai tambahan kata lainnya. Cyber bullying, cyber crime, cyber academy, cyber law, tapi saya tidak pernah menyangka bahwa ada cyber religion. Hal ini membuktikan begitu besar dampak dunia cyber terhadap dunia nyata. Sampai-sampai kita dapat melakukan aktifitas keagamaan di dunia cyber.
Apa salahnya melakukan aktifitas keagamaan di dunia maya? Dosa? Apakah salah menjadikan Google sebagai ustadz yang siap menjawab pertanyaan seputar agama? Muncul begitu banyak pertanyaan tentang cyber religion ini dibenak saya. Walaupun zaman nabi dahulu belum ada komputer apalagi teknologi internet, menurut saya melakukan aktifitas keagaaman atau belajar ilmu agama melalui media internet bukanlah bid’ah. Bagi masyarakat yang memiliki pengetahuan agama terbatas, Google telah menjelma menjadi ustad yang dapat merujuk kepada berbagai situs keagamaan yang siap menjawab pertanyaan kita. Intinya ustad Google sangat praktis, cepat dan bersifat kapanpun, dimanapun.
Sayangnya, berdasarkan pengetahuan saya dibidang perpustakaan dan informasi, tentu saja aktifitas beragama melalui dunia maya perlu dikaji ulang. Menurut saya aktifitas keagaaman di dunia maya sah-sah saja dilakukan selama tidak menyinggung SARA. Perihal belajar ilmu keagamaan melalui internet, sepertinya perlu ditelaah lebih jauh, kenapa? Karena di Indonesia literasi informasi dalam menggunakan internet belumlah ditanamkan secara baik dan luas. Padahal kita tahu beberapa situs keagamaan terkenal yang ada di Indonesia memiliki kecenderungan (bersifat radikal sampai bersifat sekuler) sehingga jika kita tidak dapat meliterasi informasi tentu kita hanya akan menjadi follower salah satu situs tanpa tahu apa makna sebenarnya dari situs yang kita ikuti. Menjadi follower bukanlah sesuatu yang buruk ketika kita memang memiliki dasar hukum yang jelas, tapi jika kita menjadi pengikut fanatik dan tidak bisa menjelaskan dasar  hukum yang jelas tentunya akan berbahaya.
Siapa yang dapat menjamin bahwa semua informasi agama yang ada di Google itu 100% benar? Siapa yang menjamin bahwa ustad Google dapat membantu kita untuk selamat dunia akhirat? Tidak ada. Masalah agama merupakan masalah yang krusial, bahkan tidak jarang jika banyak konflik terjadi akibat persinggungan dengan masalah agama. Internet sebenarnya membuka kesempatan bagi kita untuk belajar agama lebih luas, sayangnya ketika kita tidak mampu memilih informasi yang tepat kita sendirilah yang justru akan tersesat. Disinilah pentingnya kita meliterasi informasi mengenai cyber religion, supaya kita tidak tersesat. Bagaimana kita meliterasi informasi keagamaan di internet?
1.      Pastikan situs yang kita buka mencantumkan nama pihak yang bertanggungjawab terhadap konten yang dibuat.
2.      Jangan mudah percaya dengan nama besar seorang ulama di dunia maya, terkadang ada beberapa situs yang mencatut nama seseorang hanya untuk mengambil keuntunga. Pelajarilah lebih lanjut.
3.      Pastikan juga nama pihak yang bertanggungjawab itu ada bukan fiktif.
4.      Jangan langsung percaya terhadap satu konten dalam suatu situs, periksa kembali konten yang sama di beberapa situs yang berbeda (supaya mendapat perbandingan yang seimbang).
5.      Setelah membaca suatu konten di Internet berdiskusilah dengan teman, saudara atau guru yang juga mengetahui permasalahan tersebut.
 
;