Beberapa hari yang lalu, dosen
saya membawa cyber religion sebagai tema diskusi di dalam
kelas. Menarik sekali, kata cyber
saat ini telah banyak digunakan sebagai tambahan kata lainnya. Cyber bullying, cyber crime, cyber academy, cyber law, tapi saya tidak
pernah menyangka bahwa ada cyber religion. Hal ini membuktikan begitu
besar dampak dunia cyber terhadap
dunia nyata. Sampai-sampai kita dapat melakukan aktifitas keagamaan di dunia cyber.
Apa salahnya melakukan aktifitas
keagamaan di dunia maya? Dosa? Apakah salah menjadikan Google sebagai ustadz yang siap menjawab pertanyaan seputar agama? Muncul begitu banyak pertanyaan
tentang cyber religion ini dibenak saya. Walaupun zaman nabi dahulu belum ada
komputer apalagi teknologi internet, menurut saya melakukan aktifitas keagaaman
atau belajar ilmu agama melalui media internet bukanlah bid’ah. Bagi masyarakat
yang memiliki pengetahuan agama terbatas, Google telah menjelma menjadi ustad
yang dapat merujuk kepada berbagai situs keagamaan yang siap menjawab pertanyaan
kita. Intinya ustad Google sangat praktis, cepat dan bersifat kapanpun,
dimanapun.
Sayangnya, berdasarkan pengetahuan
saya dibidang perpustakaan dan informasi, tentu saja aktifitas beragama melalui
dunia maya perlu dikaji ulang. Menurut saya aktifitas keagaaman di dunia maya
sah-sah saja dilakukan selama tidak menyinggung SARA. Perihal belajar ilmu
keagamaan melalui internet, sepertinya perlu ditelaah lebih jauh, kenapa?
Karena di Indonesia literasi informasi dalam menggunakan internet belumlah ditanamkan
secara baik dan luas. Padahal kita tahu beberapa situs keagamaan terkenal yang
ada di Indonesia memiliki kecenderungan (bersifat radikal sampai bersifat
sekuler) sehingga jika kita tidak dapat meliterasi informasi tentu kita hanya
akan menjadi follower salah satu
situs tanpa tahu apa makna sebenarnya dari situs yang kita ikuti. Menjadi follower bukanlah sesuatu yang buruk
ketika kita memang memiliki dasar hukum yang jelas, tapi jika kita menjadi
pengikut fanatik dan tidak bisa menjelaskan dasar hukum yang jelas tentunya akan berbahaya.
Siapa yang dapat menjamin bahwa
semua informasi agama yang ada di Google itu 100% benar? Siapa yang menjamin
bahwa ustad Google dapat membantu kita untuk selamat dunia akhirat? Tidak ada. Masalah
agama merupakan masalah yang krusial, bahkan tidak jarang jika banyak konflik
terjadi akibat persinggungan dengan masalah agama. Internet sebenarnya membuka
kesempatan bagi kita untuk belajar agama lebih luas, sayangnya ketika kita
tidak mampu memilih informasi yang tepat kita sendirilah yang justru akan
tersesat. Disinilah pentingnya kita meliterasi informasi mengenai cyber religion, supaya kita tidak tersesat. Bagaimana kita meliterasi
informasi keagamaan di internet?
1. Pastikan
situs yang kita buka mencantumkan nama pihak yang bertanggungjawab terhadap
konten yang dibuat.
2. Jangan
mudah percaya dengan nama besar seorang ulama di dunia maya, terkadang ada
beberapa situs yang mencatut nama seseorang hanya untuk mengambil keuntunga. Pelajarilah
lebih lanjut.
3. Pastikan
juga nama pihak yang bertanggungjawab itu ada bukan fiktif.
4. Jangan
langsung percaya terhadap satu konten dalam suatu situs, periksa kembali konten
yang sama di beberapa situs yang berbeda (supaya mendapat perbandingan yang
seimbang).
5. Setelah
membaca suatu konten di Internet berdiskusilah dengan teman, saudara atau guru
yang juga mengetahui permasalahan tersebut.
2 komentar:
hal yang utama adalah tidak semua informasi di dunia maya kita telan mentah-mentah, apapun itu isinya. Tidak hanya terkait tema cyber religion.
iya,,, sayangnya masih banyak orang awam yang menelan informasi di internet secara mentah :)
Posting Komentar